Selasa, 17 Juni 2008

Laskar Cinta

oleh Daveed Gartenstein-Ross*

SEORANG BINTANG ROCK AKAN MENJADI satu orang terakhir yang bisa berharap memberi pidato pada sebuah konferensi utama kebijakan pertahanan. Namun the National Homeland Defense Foundation Symposium, yang dilaksanakan pada 3 October di Colorado Springs, menyambut tamu itu: Ahmad Dhani tiga puluh empat tahun.

Dhani bukanlah semacam super bintang di negerinya Indonesia, tempat dia berhasil menjual dengan luar biasa laris bersama Dewa 19 bandnya, dan tempat musiknya telah menentukan generasi muda Indonesia. Kerap dibandingkan dengan pemimpin U2 Bono, Dhani dan musik bandnya membawa perubahan politik dua tahun yang lalu. Sejak diktator Suharto lengser dari kekuasaan pada tahun 1998, negeri itu terlibat dalam sebuah "perang kultur" yang sengit: gerakan-gerakan politik Islam telah bisa beroperasi dengan lebih bebas, dan kelompok-kelompok ekstremis seperti Hizbu-Tahrir dan Fron Pembela Islam (FPI) memaksakan penerimaan hukum sharia. Indonesia telah dikacaukan oleh serangan teror besar di Jakarta dan Bali, dan oleh kekerasan religius dan komunal, seperti misalnya benturan antara Muslim dan Kristen pada awal 1999. Dhani dan grupnya, seperti beberapa urban, telah khawatir dengan perkembangan-perkembangan ini. Mereka memutuskan menggunakan musiknya untuk merespon ideologi yang penuh dengan kebencian yang telah menggoda begitu banyak pemuda Indonesia.

Salah satu kelompok terbesar yang bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan pada tahun 1999 adalah Laskar Jihad ("Warriors of Jihad"), sebuah milisi keras yang dipimpin oleh Jakfar Umar Thalib, seorang veteran jihad Afghan yang mengaku telah bertemu dengan Osama bin Laden. Ketika sebuah perselisihan antara seorang sopir bus yang beragama Kristen dengan seorang penumpang Muslim yang menolak membayar karcis meningkat menjadi kekerasan komunal di kepulauan Maluku pada Januari 1999, milisi Thalib memberangkatkan ribuan pejuang ke daerah tersebut menggunakan perahu untuk "melancarkan jihad." Konflik itu berlangsung tiga tahun; diperkirakan 10,000 orang tewas di pihak penduduk Ambon saja, dan sekitar setengah juta terusir dari rumah mereka. Karena peran utamanya dalam krisis tersebut, Laskar Jihad menjadi, menurut mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid dan C. Holland Taylor, "sebuah simbol dan tipikal bagi penderitaan yang ditimpakan ke daerah tersebut." Maka tepatlah, memasuki keterlibatan politis, Dhani merujuk pada kelompok radikal itu dalam judul album Nopember 2004 Dewa. Ia berjudul Laskar Cinta, Warriors of Love.

Album Laskar Cinta telah didesain untuk memberi para pemuda Indonesia dengan sebuah pilihan antara mengikuti laskar jihad dan mengikuti laskar cinta Dhani. Terjual ratusan ribu kopi dan menjadi asupan bagi Fron Pembela Islam, kelompok radikal yang sangat vokal di Indonesia dewasa ini, yang telah menuduh Dhani murtad dan agen Zionis. Serangan-serangan ini tampak telah padam, bagaimanapun. Nick Grace, seorang komentator politik berbahasa Indonesia berkantor pusat di Washington, D.C., mengatakan bahwa serangan-serangan kepada Dhani dan desakan untuk menyeret Dhani ke pengadilan dengan menuduhnya menodai Islam hanya membuatnya semakin menonjol. Pesan Dhani bersanding dengan perilaku kelompok-kelompok radikal pada program televisi hiburan dan gosip.

Tahun ini, Dhani menyusuli usahanya tahun 2004 dengan sebuah album baru, Republik Cinta ("Republic of Love"). Salah satu lagu dalam album tersebut berjudul Laskar Cinta. Sekalipun beberapa pendengar mungkin bingung bahwa lagu tersebut menyandang judul yang sama seperti album Dewa sebelumnya, Dhani menuturi Rolling Stone edisi Indonesia bahwa ini bukan hal yang tidak lumrah. Dengan bangga dia mengemukakan bahwa band favoritnya, Queen, juga pernah berbuat demikian.

Laskar Cinta merupakan sebuah lagu inovatif, didesain sebagai sebuah "fatwa musikal" melawan ekstremisme. Liriknya merefleksikan keyakinan tasawuf Dhani: lirik-lirik itu diilhami oleh al-Qur'an dan ahadith (sabda Nabi Muhammad saw.) dengan maksud menunjukkan kesalahan ideologi kebencian yang mengilhami kaum radikal. Bahkan ada sebuah versi on-line lagu tersebut yang diberi anotasi yang membuat inspirasi teologis di balik ayat-ayat yang eksplisit. Dan ia mendapat pendengar: Laskar Cinta menjadi lagu no. 1 di Indonesia segera setelah dirilis, sementara video musiknya melesat ke tangga nomor satu pada program MTV Asia popular berbahasa Indonesia dan Malaysia Ampuh.

DHANI ADALAH SEORANG YANG MUNGKIN muncul sebagai tokoh kultural yang menyuarakan visi agama Islam yang damai secara lantang dan terbuka. Sebuah profile Wall Street Journal tentang Dhani diterbitkan pada pertengahan Agustus mencatat bahwa kakeknya "terlibat dalam gerakan gerilyawan Darul Islam, yang di antara para anggotanya tercatat pemimpin kelompok teroris yang mengatur pemboman Bali beberapa tahun yang lalu. Ayah Dhani, Eddy, mengikuti jejak ayahnya, tokoh yang menonjol dalam sebuah organisasi yang menyebarkan ajaran Wahhabi."

Dalam sebuah interview yang dilakukan untuk artikel ini, Dhani melukiskan ayahnya sebagai "seorang fundamentalis Muslim," dan mengatakan bahwa ini membuatnya menyekolahkan Dhani ke seolah Wahhabi "karena dia ingin anaknya punya perspektif pengaruh Wahhabi." Dhani mengikuti sekolah ini selama enam tahun. Meski ada ketakutan di rumah dan di sekolah, Dhani mulai bermain musik ketika dia telah berusia enam tahun. Banyak sekolah pemikiran Islam konservatif menganggap musik haram, atau dilarang oleh hukum Islami, dan Dhani menuturkan bahwa dia telah menerima ajaran-ajaran ini. Dia sangat sadar, meski demikian, bahwa dia tidak pernah diberitahu bahwa bermain musik adalah sebuah kejahatan, haram.

Dhani merasa ditakdirkan untuk bermain musik. Joyce ibunya, seorang Katolik Roma yang masuk Islam, adalah seorang musikus dan memperkenalkannya dengan musik sejak belia. Dhani menyatakan bahwa musik adalah satu hal yang secara konsisten telah memberinya kesenangan: "Musik adalah satu-satunya yang membuat saya senang. Saya tidak suka melakukan apa pun selain musik. Saya tidak suka mengendarai motor atau sepeda pancal; saya tidak suka apa pun selain musik." Begitulah Dhani mengikuti band pertamanya tahun 1987, ketika dia masih belasan.

Namun bahkan sebagai seorang musikus--dan bahkan setelah menjadi seorang superstar di Indonesia--Dhani melukiskan dirinya sebagai terus menganut pandangan yang sangat tidak toleran. Dia memilih partai politik Islam konservatif ketika punya hak suara, dan tidak menyukai mereka yang tidak memilih partai yang sama. Dia sebenarnya melukiskan dirinya sebagai "seorang embrio Muslim radikal" selama periode ini.

Ketika Dhani berada dalam usia pertengahan dua puluhan, bagaimanapun, pandangannnya mulai berubah. Sebuah faktor uatama dalam transformasinya adalah penjelajahannya ke dunia tasawuf. Sekalipun tasawuf tidak dikenal secara universal untuk kedamaian, ia kerap dilukiskan dalam hal-hal yang Dhani gunakan untuk itu: "Tasawuf adalah dimensi batin, spiritual Islam yang fokus bukan pada apa yang memisahkan orang-orang dari yang lain atau Allah; tetapi lebih pada apa yang menyatukan kita. Tasawuf mengajari Muslim untuk mencintai dan menghormati semua makhluk Allah, dan bahkan dengan jelas tidak menyakiti siapa pun."

Adalah perubahan dari pandangan fundamentalis menuju pandangan sufi yang telah membuat Dhani lebih toleran terhadap perbedaan religius dan kultural--dan, akhirnya, perubahan pandangan ini mengubahnya menjadi seorang laskar kultural yang bertempur melawan kebencian dan ekstremisme.

DHANI BUKANLAH SATU-SATUNYA TOKOH dalam industri entertainmen Indonesia yang mengambil sikap melawan sentimen ekstremis yang sedang tumbuh di negeri itu. Orang Indonesia lain yang mengambil sikap demikian pula adalah direktur film Joko Anwar, yang baru-baru ini mengerjakan sebuah film berjudul Dead Time, yang bermaksud mengkritik secara halus usaha-usaha untuk menegakkan hukum sharia. Anwar juga telah menantang beberapa kebiasaan koservatif Indonesia sebagai seorang screenwriter untuk komedi tahun 2003 Arisan!, yang menyapu penghargaan film nasional dan internasional dan dengan cepat menempati rating-tertinggi sitcom TV Indonesia. Saat belajar bahwa larangan ciuman di layar diIndonesia hanya berlaku antara laki-laki dan wanita, Anwar menyusun-ulang script untuk menyoroti film itu jadi menyerupai protagonis gay. Akibatnya, tampilan ciuman sesama jenis menjadi sebuah sensasi nasional, dengan para selebritis berolok-olok menyatakan mereka adalah gay sebagai sebuah pernyataan politik.

Dan sensasi tari "ngebor" Inul Daratista yang sugestif telah memperoleh larangan dari sejumlah kota yang didominasi kaum radikal dan kecaman oleh Majlis Ulama Indonesia. Dia secara terbuka telah mendukung partai politik yang liberal.

Tapi tidak seperti Anwar dan Daratista, pesan Dhani secara eksplisit bersifat religius. Ini terpantul tidak hanya dalam musiknya, tapi juga dalam pernyataan-pernyataan publiknya. Ditanya pada konferensi kebijakan pertahanan tentang apa yang bisa dilakukan untuk menjembatani kesenjangan antara Islam dan Barat, Dhani menjawab bahwa orang di Barat perlu menghormati Islam: bukan menghormati Islam radikal atau ideologi al-Qaeda, tapi menghormati agama itu sendiri. Dhani mengatakan bahwa bukan hanya menyuarakan hormat kepada Islam, tapi agar orang Barat harus benar-benar merasakan hormat ini dalam hati mereka karena bahasa cinta dan hormat itu akhirnya akan dikomunikasikan kembali dengan komunitas Muslim.

Al-Husein Madhany, editor eksekutif Islamica Magazine, mengatakan bahwa elemen religius pesan Dhani tidak boleh diabaikan. "Jika mainstream Muslim tidak terlibat dalam retorika religius," dia memperingatkan, "tidak ada jalan untuk melibatkan pemuda. Apa yang telah kita lihat adalah bahwa mereka yang berhasil dalam melibatkan pemuda dan sedang membuat argumen dengan retorika religius --dengan al-Qur'an, ahadith, dan para syeikh bekumpul mendukungnya-- adalah orang-orang yang memenangkan argumen."

Madhany mengatakan, fakta bahwa Dhani adalah seorang artis terbaik adalah juga penting. Dia menyatakan bahwa para artis adalah penting karena mereka melibatkan kultur lokal, dan juga melibatkan identitas pada beragam tingkatan. "Ketika Anda punya seorang artis yang berbuat demikian dan dia sedang menjual jutaan rekaman, kita perlu mencatatnya dan berusaha menirunya dalam konteks yang lain, termasuk di Amerika," Madhany mengatakan. "Adalah pemuda yang sedang tertarik pada ekstremisme, dan cara mereka tertarik kepadanya adalah melalui retorika religius. Kita perlu mewujudkan pertemuan kreatif untuk itu, dan saya pikir ini merupakan sebuah contoh bagus."

DHANI SUDAH DENGAN AKTIF mencoba melibatkan pemuda, dan menawari mereka sebuah alternatif religius pada ekstremisme. Dia telah mengungkapkan visinya untuk perubahan: "Harapanku adalah bahwa di masa depan, para penggemar Dewa--yang secara primer adalah pemuda dan belum terkontaminasi oleh ideologi dan intoleransi ekstremis--akan tumbuh lebih toleran dibandinkan generasi sekarang dan memutus lingkaran kebencian yang telah mulai melanda masyarakat kita."

Visi Dhani dengan jelas menandai inklusinya pada konferensi kebijakan pertahanan di Colorado Springs. Bagaimana mengembangkan sebuah Islam yang lebih moderat merupakan sebuah pertanyaan amat penting dalam perang melawan teror yang atasnya, saat ini, hanya ada sedikit jawaban yang meyakinkan. Pada akhir hari itu, musikus rock dari Indonesia itu mungkin punya lebih banyak kebijaksanaan untuk dibagikan dibandingkan kebanyakan pembicara yang lain.[]

*Daveed Gartenstein-Ross adalah seorang konsultan senior untuk the Gerard Group International dan penulis buku yang akan segera terbit My Year Inside Radical Islam (Tarcher/Penguin).

Selasa, 03 Juni 2008

Saatnya Indonesia di Genggaman Kaum Muda

Oleh Amin Rauf
Momentum reformasi sepuluh tahun lalu seharusnya menjadi tonggak kebangkitan bangsa ini. Namun sampai saat ini kehidupan rakyat makin terpuruk. Setelah kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu jumlah kemiskinan, pengangguran, dan putus sekolah bisa dipastikan makin bertambah.
Hal ini membuat kita miris sebagai bangsa. Bagaimana mungkin, bangsa ini hidup dalam negara yang kaya raya, namun kehidupan rakyatnya di era reformasi ini masih banyak yang menderita. Kahidupan sosial masyarakat menjadi kacau balau disebabkan penanganan yang salah terhadap negara ini.

Minggu, 17 Februari 2008

Dari Bontang Untuk Indonesia

Oleh Amin Rauf

Hari sudah gelap ketika saya tiba. Tanpak Orang-orang berdiaspora dengan aktifitasnya masing-masing. Ada yang lalu lalang. Ada pula yang duduk berjajar di trotoar sambil ngobrol. Persiapan pun terlihat sudah matang. Tenda-tenda sudah berdiri tegak. Penggung utama pun sudah berdiri rapi, bahkan kami sudah disambut lantunan lagu-lagu yang sudah akrab di telinga. Begitulah suasana pada malam hari di Bontang Lestari menjelang pembukaan acara Kemah Relawan Ikatan Dokter Indonesia (KAWAN-IDI).

Sementara saya beserta rombongan Hercules—begitulah rombongan dari Jakarta disebut karena menaiki pesawat Hercules—duduk beristirahat di samping tenda menunggu arahan dari panitia sambil melihat-lihat suasana sekitar yang sudah mulai disesaki banyak orang. Nasi kotak menyambut kami. Karena lelah dan lapar, kamipun menyantap dengan lahapnya.

Sabtu, 16 Februari 2008

SEBUAH CATATAN DARI PANDEGELANG BANTEN

Oleh Amin Rauf

Suatu malam entah tanggal dan jam berapa, saya sudah enggak ingat, sebuah Pesan Pendek (SMS) masuk ke poselku. Setelah kulihat, pesan tersebut datang dari mas Eko Cahyono. “min, bisa nggak kamu ikut penelitian di Pandegelang” begitulah kira-kira isinya. “kalo bisa, besok siang, kau langsung berangkat” lanjutnya. Karena tidak ada tugas yang harus saya kerjakan di Jogjakarta setelah selesai wisudah, tanpa berpikir panjang, saya mengiayakan ajakan tersebut.

Keesokan harinya sekitar jam 14.30 WIB, saya langsung berangkat ke Bogor dengan menaiki Bus Maju Lancar. Sekitar jam 05.00 WIB, saya sudah sampai ke terminal Bogor, Baranangsiang. Bogor, bagi saya, adalah kota yang asing. Tidak pernah sebelumnya saya menginjakkan kaki ke Kota Hujan ini. Yang saya tahu dari kota ini adalah bahwa daerahnya sangat dingin, padahal pada kenyataannya Bogor tidak jauh berbeda dengan Jogja. Inilah barangkali sebagai konsekwensi logis dari perkembangan pesat dari kota ini, dimana kendaraan makin bertambah, bangunan-bangunan besar banyak berdiri, sementara tumbuh-tumbuhan makin banyak ditebang. Selain itu, yang saya tahu dari kota ini adalah puncak, tempat rekreasi yang sangat terkenal.

Senin, 04 Februari 2008

Cyberspace dan Matinya Dunia Realitas

Oleh Amin Rauf

Judul Buku : Matinya Dunia Cyberspace
(Kritik Humanis Mark Slouka terhadap jagat Maya)
Penulis : Astar Hadi
Penerbit : LkiS Jogjakarta
Cetakan I : Agustus 2005
Tebal Buku : xxii + 238 halaman
Cyberspace dan Matinya Dunia Realitas

Cyberspace (internet) merupakan fenomena mutakhir sebagai dampak dari pesatnya perkembangan teknologi. Cyberspace kini bukanlah barang ekslusif. Ia dinikmati oleh semua kalangan. Layaknya dalam drama, cyberspace menyediakan ruang-ruang tempat berjubelnya berjuta imaginasi dan beribu fantasi. 

Senin, 28 Januari 2008

Seandainya Orang Asia "Bisa Berpikir"*

Oleh Amin Rauf
Pada abad ke-15, paling tidak, peradaban Asia yang sudah mengalami kemunduran berada pada posisi selevel dengan Barat. Barat kemudian berhasil mengambil langkah besar ke depan. Pada abad yang sama, Barat yang dimulai dengan Bangsa Portugal melepaskan keterkungkungannya dan menciptakan koloni-koloni di seluruh dunia. Disamping itu, sampai abad ke-16 di Barat juga mengalami masa Renaisans (kelahiran kembali). Dua abad kemudian, tepatnya pada abad ke-18, Barat leading jauh meningggalkan Asia dengan Zaman Pencerahan (Enlightenment/Aufklarung) yang disusul dengan dua peristiwa besar yang sangat menentukan, yaitu Revolusi Industri (Inggris) dan Revolusi Politik (Prancis).

Sementara itu, Asia mengalami masa-masa limbung dan kemunduran yang luar biasa. Bahakan sampai pada awal abad ke-20, sebagian negara-negara Asia belum bisa melepaskan dirinya dari kolonialisme dan imperialisme Barat. Kondisi yang secara diameteral sangat bertentangan inilah yang menyebabkan sejarah dunia menjadi one way-street (bergerak satu arah) dari Barat ke Timur. Dengan kata lain, Timur (Asia) ditentukan, didikte, dan menjadi objek Barat berpuluh bahkan beratus tahun lamanya. 

Kisah Cinta Abadi Seorang Ayah

Oleh Amin Rauf

Judul : Gadis Jeruk, Sebuah Dongeng tentang Kehidupan
Penulis : Jostein Gaarder
Penerjemah : Yuliani Liputo
Penerbit : Mizan Bandung
Cetakan I : Maret 2005
Tebal : 242 halaman

Setelah beberapa tahun absen menulis novel remaja, kini Jostein Gaarder hadir kembali. Kali ini dia menghadirkan karya baru berjudul The Orange Girl yang diterjemahkan oleh penerbit Mizan berjudul Gadis Jeruk.

Gaarder terkenal berkat novelnya Dunia Sophie. Novel sejarah filsafat itu mendapat sambutan yang luar biasa di seantero dunia. Sejak terbit petama kali di Norwegia—negara asal pengarangnya—pada tahun 1991, novel itu telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa dunia dan menjadi best seller internasional, kemudian pada tahun 1995 menjadi buku fiksi terlaris di dunia. Di Indonesia, novel yang diterjemahkan oleh penerbit Mizan (1996) ini mengalami cetak tiga kali dan kini terjual lebih dari 30 ribu eksemplar.

Selasa, 22 Januari 2008

Memangkas Kekerasan Melalui Pemberdayaan Perempuan

Oleh Amen
Anak adalah penerus masa depan bangsa. Sebuah bangsa akan maju ditentukan seberapa besar bangsa itu peduli terhadap kehidupan anak-anak. Sebaliknya, jika abai, tunggu saja kehancuran bangsa tersebut.
Begitu pentingnya anak-anak untuk masa depan, PBB menetapkan tanggal 20 November sebagai hari anak sedunia. Organisasi anak di bawah naungan PBB, yaitu UNICEF untuk pertama kali menyelenggarakan peringatan hari anak sedunia pada bulan Oktober tahun 1953. Sebagian besar Negara-negara di dunia juga telah menetapkan hari anak nasional. Hingga saat ini, jumlah Negara yang menyelenggarakan hari anak sedunia berjumlah 150 negara.