Senin, 20 April 2009

Pengakuan untuk Sebuah Pengakuan

oleh Amin Rauf
(KORAN TEMPORubrik BukuEdisi 2006-04-16)
Sejarah diri (biografi) tidaklah mutlak milik pribadi. Selalu saja ada orang lain di belakangnya yang ikut serta, walaupun terkadang tidak diinginkan keberadaannya. Yang ikut serta dan yang tak diinginkan itu adalah Floria.
Floria adalah nama asing. Dia tidak ditemukan dalam literatur-literatur. Padahal dia adalah sosok penting dan agen dalam sejarah Kristen. Tidak banyak yang tahu, termasuk kebanyakan orang-orang Kristen, hingga akhirnya ditemukan Codex Floriae, surat panjang yang ditulisnya pada sekitar abad ke-4.
Begitulah Floria menegaskan dirinya. Dia menulis Codex Floriae setelah membaca Confession (Pengakuan) karya Agustinus. Santo Agustinus--yang lahir di Tagaste, Numedia (Aljazair) pada 13 November 354 Masehi dan meninggal di Hippo Regius pada 28 Agustus 430 Masehi--adalah salah seorang bapak gereja yang dihormati karena kewibawaannya dan pujangga gereja karena pemikirannya yang luas dan mendalam. Dan Floria adalah ibu Adeodatus, buah cinta Agustinus dengan Floria.
Apakah Codex Floriae ini tulisan asli kekasih Agustinus? Anne Borg, salah seorang yang pernah meneliti Codex Floriae, meyakini keasliannya. Dia mendasarkan keyakinannya itu pada bahasa yang sintaksis dan kosa katanya terlihat tergores lama. St Sunardi dalam pengantar buku ini juga meyakini itu, tentunya dengan mengecek silang momen penting dalam Codex Floriae dengan Confession.
Buku Vita Brevis karya pengarang novel laris Dunia Sophie, Jostien Gaarder, ini merekam ulang Codex Floriae. Gaarder menulis buku ini setelah menemukan Codex Floriae di sebuah toko buku di pasar loak San Telmo, Boenos Aires, pada 1995.
Diceritakan dalam buku ini, Floria bertemu dengan Agustinus di Carthage, saat mereka sama-sama bermaksud belajar retorika. Saat itu sekitar tahun 370 Masehi. Floria berumur 16 tahun, seperti halnya Agustinus. Di akhir perjumpaan pertama, mereka pulang bersama dan berbagi tempat tidur. Delapan belas bulan kemudian mereka dikaruniai seorang anak laki-laki dan diberi nama Adeodatus. Di sana mereka hidup bersama selama 14 tahun lebih.
Mereka akhirnya harus berpisah karena dihadapkan pada dua tantangan yang beruntun: Monica, ibunda Agustinus, dan Si Pengendalian Diri, Tuhan dari Nazaret. Monica tidak menyetujui kedekatan anaknya dengan Floria. Dia lebih menginginkannya menikah dengan seorang gadis dari keluarga berada. Floria kemudian dikirim ke Afrika. Setelah Monica meninggal, giliran Si Pengendalian Diri memisahkan mereka meski mereka mengulangi "hidup lama" sesaat setelah Agustinus masuk Kristen dan dibaptis pada 387 Masehi.
Setelah Agustinus diangkat menjadi uskup di Hippo pada 396 Masehi dan menulis Confession pada sekitar 397 Masehi (selesai sekitar 400 Masehi), keduanya bertemu kembali. Namun, kali ini pertemuan mereka bukanlah dalam bentuk kontak fisik. Mereka saling "menyapa dalam dunia ide". Floria membaca Confession yang dipinjam dari salah seorang uskup, tapi diragukan apakah Codex Floriae sampai ke tangan Agustinus.
Menarik memang karena surat panjang ini bukanlah sekadar sebentuk surat pribadi. "...aku menganggap surat ini lebih daripada surat pribadiku kepadamu," tulis Floria. "Surat ini juga ditujukan kepada Uskup Hippo Regius." (halaman 29)
Floria tidak sekadar berbicara tentang rasa sakitnya karena ditinggalkan Agustinus, rasa benci Floria terhadap Monica karena dipisahkan dari Agustinus, dan kegeramannya karena dipisahkan dari buah hatinya, Adeodatus. Tapi dia sebagai orang yang terdidik juga menunjukkan pemikiran yang melampaui zamannya. Selain masalah individu dan agama, dia berbicara tentang feminisme, filsafat, bahkan psikoanalisis.
Floria memang kesal karena pengakuan itu menempatkan dirinya seolah-olah sebagai penggoda dan penyumbang banyak dosa bagi kehidupan Agustinus dan dengan demikian harus dijauhi. Lantas Adeodatus, hasil hubungannya dengan Agustinus, dianggap sebagai "buah dosa". Floria membantah sikap egoistis Agustinus.
Floria juga tidak berbicara sebagai Floria. Dia berbicara sebagai perempuan yang selalu menjadi pihak yang kalah dan hina. Entitas yang selalu menjadi second sex dalam sistem dan kesadaran yang senantiasa patriarkis. "Sainganku bukanlah perempuan yang dapat kulihat dengan mata telanjang, sainganku adalah sebuah prinsip filsafat," tulisnya. Lalu dia melanjutkan, "Sainganku bukan hanya sainganku sendiri. Ia adalah saingan semua perempuan...." (halaman 20)
Selain itu, yang menarik dalam Codex Floriae, Floria menggunakan mitos Oedipus, jauh sebelum Sigmund Freud menggunakannya. Dalam teori psikoanalisis, Oedipus kompleks digunakan untuk memaparkan seorang anak yang mengarahkan gairah seks pertamanya kepada ibunya dan iri kepada bapaknya. Floria menggunakan mitos Oedipus untuk menggambarkan hubungan Agustinus, ibunya, dan Tuhan. Agustinus begitu terikat kepada ibunya hingga ia tidak berani mengambil keputusan untuk menikah dengan Floria. Setelah Monica meninggal, Agustinus melarikan diri pada Si Pengendalian Diri. Bagi Floria, pelarian diri kepada Tuhan ini adalah bentuk pengebirian diri, layaknya Oedipus yang membutakan matanya setelah mengawini ibunya.
Dari sini juga Floria beralih pada perdebatan tentang Tuhan. Floria pernah menjadi katekumen (calon baptis), tapi dia menolak dibaptis karena dia mempunyai penafsiran sendiri tentang Tuhan. Tuhan, menurut dia, adalah cinta. Tapi Tuhan Agustinus begitu menakutkan yang menginginkan umatnya hidup dalam abstinensi. Tuhan yang tidak mengenal cinta. Tuhan yang membuat Floria dan Agustinus terpisah.
Vita Brevis memang tidak mengasyikkan. Tidak seperti karya-karya Gaarder lainnya yang penuh imajinasi dan misteri, seperti Dunia Sophie (terjemahan Mizan, 1996), Misteri Soliter (terjemahan Jalasutra), dan Gadis Jeruk (terjemahan Mizan, 2005), buku yang diterjemahkan dari versi bahasa Inggris, That Same Flower, ini layaknya film yang dinovelkan yang banyak akhir-akhir ini, dengan ide-ide yang dikondisikan. Ini bisa dimengerti mengingat buku ini ditulis berdasarkan Codex Floriae. Gaarder tak lebih dari sekadar "pekerja" pembuat catatan kaki. Namun, dari buku ini kita banyak mengerti misteri kekasih Santo Agustinus, sebuah kehidupan yang tidak sempat terekam dalam pengakuannya.

Tidak ada komentar: