Selasa, 22 Januari 2008

Memangkas Kekerasan Melalui Pemberdayaan Perempuan

Oleh Amen
Anak adalah penerus masa depan bangsa. Sebuah bangsa akan maju ditentukan seberapa besar bangsa itu peduli terhadap kehidupan anak-anak. Sebaliknya, jika abai, tunggu saja kehancuran bangsa tersebut.
Begitu pentingnya anak-anak untuk masa depan, PBB menetapkan tanggal 20 November sebagai hari anak sedunia. Organisasi anak di bawah naungan PBB, yaitu UNICEF untuk pertama kali menyelenggarakan peringatan hari anak sedunia pada bulan Oktober tahun 1953. Sebagian besar Negara-negara di dunia juga telah menetapkan hari anak nasional. Hingga saat ini, jumlah Negara yang menyelenggarakan hari anak sedunia berjumlah 150 negara.
Khusus di Indonesia, pemerintah menetapkan setiap tanggal 23 Juli sebagai hari anak nasional. Layaknya peringatan, peringatan hari anak nasional tersebut lahir dari sebuah semangat yang mulia, yaitu untuk menyelamatkan nasib anak-anak Indonesia dari segala bentuk penindasan, eksploitasi dan pembodohan.
Bukan hanya dalam bentuk peringatan, pemerintah juga mengesahkan sejumlah undang-undang untuk melindungi hak-hak anak, yaitu antara lain: UU No 4/1979 tentang kesejahteraan anak, UU No 23/2002 tentang perlindungan anak, UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak, Keppres No 36/1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak.
Meski banyak usaha yang dilakukan untuk menyelamatkan anak, namun realitas di lapangan masih sangat menyedihkan. Setiap hari kita menyaksikan di media tentang pelanggaran terhadap hak-hak anak. Masih banyak anak yang manjadi korban kekerasan, baik fisik maupun psikis. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak sangat banyak ditemukan di kota-kota besar.
Di Jogja, sebagaimana dilaporkan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY, dari periode 2001-2006 telah terjadi 249 kasus pelanggaran terhadap hak anak. Kekerasan seksual adalah kasus terbanyak berjumlah 111 kasus. Sementara itu, Lembaga Rifka Annisa juga menangani 112 kasus kekerasan seksual pada anak DIY. Diduga di luar temuan itu lebih banyak jumlahnya. (Kompas/23/07/07).
Di Batam, salah satu kota terbesar sebagi pusat traffiking anak, banyak terjadi kasus pelacuran dan perdagangan anak. Ketua Yayasan Setara Kita, salah satu institusi perlindungan anak, Irwan Setiawan menegaskan dari jumlah total PSK sebesar 3 ribu orang, setengahnya adalah anak-anak.
Lalu apa yang salah, jika kesadaran bangsa akan pentingnya masa depan anak, dengan diadakannya HAN, sangatlah besar? Dan peraturan dalam bentuk legislasi juga telah sangat memadai?
Salah satu jawabannya adalah konsistensi manifestasi peraturan di lapangan. Kesadaran boleh besar dan peraturan boleh memadai, namun jangan berharap banyak jika tidak dibarengi dengan langkah-langkah konkrit di lapangan. Sebab faktor kejahatan terhadap anak sangatlah kuat, seperti kemiskinan dan juga sindikat perdagangan yang melibatkan orang-orang kuat negeri ini. Belum lagi disebabkan oleh ketidakmengertian orang-orang awam.
Anak dan Perempuan
Perempuan adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap segala macam kekerasan. Dalam banyak kasus kekerasan, perempuanlah yang paling banyak menjadi korban. Hal ini disebabkan karena perempuan dianggap sebagai kelas kedua (second sex) yang sangat lemah sehingga mereka seringkali menjadi incaran untuk menjadi objek tindak kekerasan dan ekploitasi. Padahal dalam rumah tangga perempuan mempunyai peran yang sangat signifikan.
Karena itu, untuk memangkas kasus kekerasan pada anak, pemberdayaan terehadap kaum perempuan sangatlah penting. Penyadaran tersebut sangat banyak menfaatnya. Melalui berbagai penyadaran dan pemberdayaan terhadap kaum hawa tersebut, mereka tidak mudah bertindak bodoh dan dibodohi. Penyadaran itu pula akan berdampak pada bagaimana cara mendidik anak dalam suasana yang kondusif pada perkembangan anak yang tentunya tetap menghargai hak-hak anak.
Pendekatan melalui pemberdayaan terhadap kaum perempuan ini juga dilakukan oleh Muhammad Yunus, pemenang hadiah nobel perdamaian 2006, untuk memeberantas angka kemiskinan di Banglades. Yunus terlebih dahulu meneliti dan mempelajari golongan mana yang paling rentan dan paling menderita akibat kemiskinan. Hasilnya, kaum perempuanlah yang harus mendapatkan perhatian lebih awal. Yunus kemudian mendirikan Grameen Bank, yang memberi akses bagi para pempuan Banglades untuk mendapatkan pinjaman. Berkat kesaksesan Grameen Bank ini, Banglades saat ini, yang awalnya sangat miskin, menjadi negara berkembang.
Namun sayangnya, pemberdayaan kaum perempuan di Indonesia masih jauh dari harapan. Pemberdayaan perempuan di Indoensia hanya sampai pada permukaan saja, tidak sampai menyentuh akar permasalahannya. Sehingga persoalan perempuan di Indonesia masih seperti semula, bahkan perempuan sendiri masih belum mempu keluar dari anggapan bahwa dirinya adalah kaum kelas kedua.

Tidak ada komentar: