Senin, 28 Januari 2008

Kisah Cinta Abadi Seorang Ayah

Oleh Amin Rauf

Judul : Gadis Jeruk, Sebuah Dongeng tentang Kehidupan
Penulis : Jostein Gaarder
Penerjemah : Yuliani Liputo
Penerbit : Mizan Bandung
Cetakan I : Maret 2005
Tebal : 242 halaman

Setelah beberapa tahun absen menulis novel remaja, kini Jostein Gaarder hadir kembali. Kali ini dia menghadirkan karya baru berjudul The Orange Girl yang diterjemahkan oleh penerbit Mizan berjudul Gadis Jeruk.

Gaarder terkenal berkat novelnya Dunia Sophie. Novel sejarah filsafat itu mendapat sambutan yang luar biasa di seantero dunia. Sejak terbit petama kali di Norwegia—negara asal pengarangnya—pada tahun 1991, novel itu telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa dunia dan menjadi best seller internasional, kemudian pada tahun 1995 menjadi buku fiksi terlaris di dunia. Di Indonesia, novel yang diterjemahkan oleh penerbit Mizan (1996) ini mengalami cetak tiga kali dan kini terjual lebih dari 30 ribu eksemplar.

Karena itu, karya Gaarder selalu ditunggu oleh banyak kalangan. Begitu saja selesai, Gadis Jeruk diincar banyak penerbit seluruh dunia. Copy right novel ini dimiliki 19 penerbit asing sebelum edisi bahasa Inggris dan edisi bahasa ibu pengarangnya, Norwegia diterbitkan. Sebuah prestasi yang fantastis.

Novel setebal 242 halaman ini makin menguatkan karakter gaya Gaarder. Dengan memakai bahasa sederhana, teknik penceritaan yang sangat khas dan dengan gaya narasi realis, Gaardar membuat pembaca bertambah akrab dengan karya-karyanya. Ini juga bukti konsistensi Gaarder mengarang novel-novel tentang filsafat dan kehidupan. Penulis buku anak-anak ini telah menghasilkan beberapa novel di antaranya adalah The Solitaire Mystery (1990), Through a Glass, Darkly (1993), Maya (1999), dan The Ringmaster’s Daugther (2001).

Masih seperti dalam Dunia Sophie, Gadis Jeruk membidik usia 15 tahunan, sebuah usia yang signifikan sekaligus rentan dalam hidup seseorang. Usia itu peralihan perkemabangan dari anak-anak menuju remaja yang sangat menentukan perkembangan selanjutnya. Isyarat yang patut mendapat perhatian.

Novel Gadis Jeruk ini berkisah tentang Georg Road, anak remaja berusia 15 tahun yang mendapatkan surat dari ayahnya yang telah meninggal saat dia berusia 4 tahun. Georg tinggal bersama ibunya Veronika yang menjadi guru seni dan ayah tirinya Jorgen yang bekerja di Crime Squad.

Surat yang telah berada di kreta dorong Georg sewaktu kecil selama 10 tahun itu menceritakan kisah cintanya dengan Gadis Jeruk, seorang misterius, yang pada akhirnya diketahui sebagai ibunya sendiri. Berkat surat itu, Georg bisa mengingat lagi detail-detail kenangan hidup bersama ayahnya yang selama ini hanya bisa mengingat wajahnya dari album foto atau rekaman vedeo yang dimiliki.

Berawal dari suatu sore di dalam Trem (sejenis angkutan umum di kota Frogner, Norwegia) yang sesak dengan penumpang dalam suatu perjalanan, Olav bertemu seorang Gadis dengan sekantong besar jeruk di pangkuannya. Laju Trem yang begitu kencang membuat penumpang terombang ambing hingga Gadis tersebut terlihat tidak kuasa menahan beban kantongnya. Olav merasa iba dan meraih kantong yang nayaris jatuh. Celakanya, gara-gara Olav kantong jatuh dan isinya berhamburan. Bukan ucapan terima kasih yang didapat melainkan umpatan.

Penulis, Gaarder di sini memeperlihatkan arti kesungguhan hidup. Bahwa hidup adalah perjuangan, bahwa cita-cita harus dikejar. Meski dicaci, Olav yang jatuh cinta pada pandangan pertama malah mengejar-ngejar tak kenal lelah dan putus asa untuk meraih cintanya. Berbulan-bulan lamanya dia mencari di banyak tempat hingga akhirnya menemukannya di taman yang penuhi dengan pohon jeruk, Santa Cruz, yang terletak di kota Sevilla Spanyol.

Olav tahu betul orang yang sudah meningal pun bisa menjaga anaknya. Dengan suratnya, dia mengajari Georg tentang pengalaman hidup dan kehidupan. Penjelasannya tentang Teleskop Ruang Angkasa Hubble menyadarkan Georg bahwa ayahnya telah memilihkan topik tugasnya dan dia mendapatkan nilai terbaik di sekolahnya. Georg merasa dibantu oleh ayahnya. Kemudian dia sadar surat itu untuk masa depan.

Membaca novel ini teringat pada lirik nyanyian “kasih ibu (orang tua) kepada beta tak terhingga sepanjang masa”. Jan Olav, meski telah hidup dalam dunia yang berbeda dengan anaknya, hadir dengan “sosok yang berbeda” dan berdialog dengannya.

Terinspirasi dengan kaset unik berjudul unforgatable yang di dalamnya Natalie Cole berduet dengan bapaknya Nat “King” Cole yang sudah tiga puluh tahun meninggal, Georg berniat melakukan hal yang sama, berkolaborasi menulis buku dengan ayahnya yang meninggal. Buku ini adalah hasilnya. Kalimat pertama bukunya:
Ayahku meninggal tiga belas tahun yang lalu. Waktu itu, aku baru berusia empat tahun. Kupikir aku takkan mendengar apa-apa lagi darinya, tapi kini kami sedang bersama-sama menulis sebuah buku.

Meski dilatari dengan kisah cinta namun pengarangnya (Gaarder) secara apik membiaskannya ke persoalan-persoalan lain seputar kehidupan, seperti pertanyaan tentang dunia dan akhirat, tentang arti keberadaan kita dan indahnya dunia yang membuat Georg (kita) berpikir keras atau terutama tentang Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang memberi pelajaran banyak.

Novel ini sarat dengan nilai-nilai yang bisa dipetik seperti kesungguhan (semangat), ketabahan, kasih sayang (affection), dan tentu saja cinta (love) yang bisa membuat kita lebih bijak mengarungi kehidupan yang fana ini. Dan novel ini layak dibaca siapa saja terutama seorang remaja.

1 komentar:

Iddiens mengatakan...

piye bang kok gak pernah k jgaja? kaderx udah pada rusak neh. daunt boys. dile ka jgja'a? mampir di blogku n kasih kritikan. iddiens.blogspot.com "laskar filosof.