Selasa, 03 Juni 2008

Saatnya Indonesia di Genggaman Kaum Muda

Oleh Amin Rauf
Momentum reformasi sepuluh tahun lalu seharusnya menjadi tonggak kebangkitan bangsa ini. Namun sampai saat ini kehidupan rakyat makin terpuruk. Setelah kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu jumlah kemiskinan, pengangguran, dan putus sekolah bisa dipastikan makin bertambah.
Hal ini membuat kita miris sebagai bangsa. Bagaimana mungkin, bangsa ini hidup dalam negara yang kaya raya, namun kehidupan rakyatnya di era reformasi ini masih banyak yang menderita. Kahidupan sosial masyarakat menjadi kacau balau disebabkan penanganan yang salah terhadap negara ini.
Keterpurukan kehidupan rakyat tersebut, salah satunya, disebabkan oleh faktor kepemimpinan. Tidak adanya kepemimpinan yang tegas dan visioner pasca reformasi menjadikaan agenda-agenda reformasi macet. Korupsi masih merajalela. Supremasi hukum hanya sekedar lip servise.
Pergantian kepemimpinan beberapa kali berlangsung. Namun tetap saja bangsa ini tidak bisa keluar dari keterpurukan dan krisis multidimensi sejak era reformasi 98 berlangsung. Hal ini disebabkan karena selama ini pemimpin kita tidak ada yang tegas dan visi yang jelas dalam menangani persoalan bangsa.
Faktor kepemimpinan memang sangat penting dalam kemajuan sebuah bangsa. Karena merekalah yang akan menahkodai perjalanan sebuah bangsa. Mau dibawa kemana bangsa itu terserah kepada sang pemimpin. Kesalahan memilih pemimpin akan berakibat fatal bagi masa depan.
Di tengah terpuruknya kehidupan bangsa ini, maka seharusnya ke depan kita harus memilih pemimpin yang tepat. Pemimpin yang bisa menyelesaikan segala persoalan kebangsaan yang kian hari kian suram. Pemimpin yang bisa membawa bangsa ini keluar dari keterpurkan. Pemimpin yang punya perhatian terhadap rakyat kecil. Pemimpin yang mempunyai sense of crisis. Pemimpin yang berani terhadap segala tantangan baik yang datangnya dari dalam atau luar negeri.
Kaum Muda
Isu yang mencuat sebagai alternatif dalam kegagalan yang terus menerus adalah kepemimpinan kaum muda. Isu kepemimpinan kaum muda ini muncul disebabkan kegagalan generasi tua dalam menggerakkan negara ini ke jalur yang tepat.
Persoalan generasi tua ini bukan hanya masalah kapasitas kepemimpinan, tetapi masalah keberanian dan ketegasan dalam memimpin. Hal ini disebabkan generasi tua mempunya beban sejarah masa lalu.
Akibat dari beban masa lalu itu mereka terkesan lamban dan terlalu hati-hati dalam menangani masalah dan menjalankan pemerintahannya. Semua persoalan seperti penanganan korupsi menjadi berlarut-larut. "Kalau orang yang bermasalah pada masa lalu terus ada di panggung nasional maka bangsa kita sebagai bangsa akan terbelenggu oleh kesalahan mereka” kata kata tokoh pergerakan kaum muda yang juga pengamat ekonomi, Faisal Basri di Gedung Arsip Nasional Jakarta.
Berbeda dengan generasi tua, kaum muda biasanya mempunayi gagasan yang segar, idealis dan berani. Dan yang lebih penting, mereka tidak mempunyai beban masa lalu yang bisa menghambat segala kebijakannya. Selain itu kita membutuhkan pemimpin yang
"Kriteria pemimpin yang dibutuhkan bangsa saat ini adalah yang memiliki ideologi jelas. Yang dimaksud ideologi yang jelas yaitu sistem politik, demokrasi sosial dan ekonomi pasar sosial. Saat ini ideologi tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik," kata Faisa Basri lebih lanjut.
Menurut M. Masad Masrur (2007), ada tiga karakteristik kepemimpinan dan intelektual kaum muda. Pertama, kaum muda yang mempunyai ide-gagasan, kreatif, kritis, dan mau tampil. Tipe pemuda itu merupakan kaum muda yang paripurna.
Kedua, kaum muda yang mempunyai ide-gagasan, kreatif, kritis, tapi tidak mau tampil. Men of behind, yaitu jenis kaum muda dengan kualitas baik.
Ketiga, tipe kaum muda yang tidak punya ide-gagasan, tidak kreatif, tidak kritis, dan tidak mau tampil. Jenis kaum muda ini pasif dan cenderung menjadi “benalu” dalam setiap aktivitas yang melingkari kaum muda.
Tentu saja karakter pertama dan kedua adalah tipe kepemimpinan kaum muda yang hari ini kita butuhkan. Kalangan aktivis muda prodemokrasi yang memiliki dua karakter tersebut sudah saatnya maju untuk menggantikan kaum tua yang sudah tidak memiliki inovasi dalam pemikiran.
Menurut Eep Saifullah Fatah, pemuda di sini bukan ditentukan secara katagoris berdasarkan usia. Tetapi mereka bisa dikatagorikan berdasarkan gagasan. Maka, menurutnya, gerakan kepemimpinan kaum muda hendaknya melihat apakah gagasan itu progresif, cerdas dan berpihak kepada rakyat. Dalam katagori ini, kaum muda adalah mereka yang mempunayi gagasan yang tidak pro status quo. Mereka harus berani mendobrak kemapanan yang telah ditorehkan oleh pndahulunya yang sebenarnya anomali.
Gagasan tentang kepemimpinan kaum muda ini bukanlah tanpa halangan. Mereka akan mendapatakan rintangan dari kaum tua yang sudah menderita post power syndrom. Mereka tidak akan rela jabatannya diserahkan secara suka rela kepada pemimpin yang muda.
Karena menurut Faisal Basri, kaum tua ingin melanggengkan kekuasaanya bukan hanya karena menderita post power syndrom, tetapi juga untuk kepentingan masa lalunya. "Kesempatan itu tidak akan terbuka karena para tokoh lama ini memutuskan untuk tetap bertahan karena ingin menutupi kesalahannya pada masa lalu," lanjut Faisal Basri.
Selain itu, di tingkatan kaum mudah sendiri masih terjadi kegamangan. Fragmentasi gerakan akan menghambat konsolidasi di antara kaum muda. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena itu akan menghambat gerakan kaum muda untuk merebut pucuk kepemimpinan dari kaum tua yang tidak produktif lagi untuk menjadi pemimpin.
Jalan Terbuka
Makin terbukanya sistem politik nasional memberikan angin segar bagi pemuda untuk ikut serta dalam menentukan arah bangsa ini ke depan. Beberapa peraturan yang mendukung ke arah itu telah disahkan.
Soal afirmasi calon pemimpin muda, misalnya, sistem pilkada harus kita akui lebih maju dan progresif dan memberi kesempatan kepada generasi muda untuk maju sebagai calon. DPR RI baru saja mengesahkan Perubahan Kedua UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang subtansinya antara lain mengatur partisipasi calon perseorangan dalam pilkada. UU baru juga merevisi persyaratan usia calon kepala daerah kabupaten/kota dari usia minimal 30 tahun menjadi usia minimal 25 tahun.
Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut menegaskan perluasan preferensi masyarakat daerah dalam menentukan dan memilih calon kepala daerah yang terbaik bagi daerahnya. Pertama, dibukanya peluang bagi calon perseorangan di samping calon yang diajukan oleh parpol diharapkan mampu mengakomodasi figur-figur berkualitas yang selama ini tidak dapat diakomodasi oleh parpol. Kedua, penurunan syarat minimal usia calon bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota merupakan terobosan maju untuk membuka peluang bagi generasi muda yang mampu dan dipercaya masyarakat untuk menjadi kepala daerah.
Kesempatan yang terbuka lebar itu tinggal dimamfaatkan oleh kaum muda itu sendiri. Dengan memenfaatkan jalur itu tentu saja mereka tidak akan mudah terkooptasi dengan kekuatan oligarki parpol yang masih dikuasai oleh generasi tua. Yang tidak kalah pentingnya, bagaimana sekarang kaum muda bersatu merapatkan barisan dengan meminimalisir politk aliran dengan mencalonkan sebagai pemimpin demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Waktunya sudah datang dan pintu sudah terbuka lebar. Jadi, tunggu apalagi. Maju terus kaum muda!

Tidak ada komentar: